· BEBERAPA SEJARAH MAKANAN KHAS JAWA TENGAH
AV Asal Mula Mie Ongklok
Mi
(atau bakmi) ongklok adalah mi rebus
khas kota Wonosobo dan sekitarnya. Mi rebus ini dibuat dengan
racikan khusus menggunakan kol,
potongan daun kucai, dan kuah kental berkanji yang disebut loh. Mi ini banyak dijajakan di
berbagai warung dan rumah makan di kota tersebut. Pendampingnya biasanya
adalah sate sapi, tempe kemul, serta keripik tahu.
Ongklok adalah semacam keranjang kecil dari anyaman bambu yang dipakai untuk membantu perebusan mi. Penggunaan alat bantu ini khas daerah setempat sehingga diberikanlah nama mi rebus ini sesuai dengan alat tersebut.Kenapa disebut Mie Ongklok? Ternyata karena sebelum disajikan mie ini diramu dengan sayuran kol segar dan potongan daun kucai. Kol dan daun kucai merupakan sayuran khas Wonosobo. Kucai sendiri adalah daun yang terkenal sebagai penurun darah tinggi.
Kemudian setelah dicampur di sebuah gayung dari bambu, campuran mie dan sayuran tadi dicelup-celupkan selama beberapa menit di air mendidih, dan cara inilah yang disebut diongklok. Mie yang secara berulang-ulang dicelupkan di air mendidih. Dan cara pembuatan mie yang seperti ini hanya ada di Wonosobo.Hanya beberapa menit, mie dan campuran sayuran tadi ditaruh di mangkuk dan diguyur kuah. Kuah mie ongklok inilah yang terkenal khas. Kuahnya berasal dari pati yang dicampur gula jawa, ebi, serta rempah. Supaya rasanya lebih maknyus, mie ongklok diguyur juga oleh bumbu kacang. “Agar lebih segar lagi, kami menambahkan merica dan bawang goreng,” kata Waluyo.Penyajian Mie Ongklokkhas Wonosobo sendiri juga tergolong cukup unik. Ada beberapa varian lauk yang disajikan bareng Mie Ongklok, diantaranya sate sapi, tempe kemul, dan geblek atau semacam makanan dari singkong.Ketika menyentuh lidah, kuah mie ongklok ini sangat segar. Kesegaran mie ongklok ini karena ada campuran ebi. Setelah dirasakan bersama lauknya, kelezatan pun bertambah. Sate sapi yang empuk dan tempe kemul yang renyah menyatu dengan rasa mie ongklok yang sedap dan segar. Hmmm rasanya sangat menggugah selera.Untuk harga Mie Ongklok sendiri sangatlah terjangkau sekali. 1 porsi Mie Ongklok hanya Rp 5.000. Sedangkan untuk Sate Sapi harganya Rp 15.000/10 tusuk sate dan untuk geblek&tempenya seharga Rp 500/bijinya. Jadi para penelusur nggak usah khawatir, karena tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk menikmatinya.
Ongklok adalah semacam keranjang kecil dari anyaman bambu yang dipakai untuk membantu perebusan mi. Penggunaan alat bantu ini khas daerah setempat sehingga diberikanlah nama mi rebus ini sesuai dengan alat tersebut.Kenapa disebut Mie Ongklok? Ternyata karena sebelum disajikan mie ini diramu dengan sayuran kol segar dan potongan daun kucai. Kol dan daun kucai merupakan sayuran khas Wonosobo. Kucai sendiri adalah daun yang terkenal sebagai penurun darah tinggi.
Kemudian setelah dicampur di sebuah gayung dari bambu, campuran mie dan sayuran tadi dicelup-celupkan selama beberapa menit di air mendidih, dan cara inilah yang disebut diongklok. Mie yang secara berulang-ulang dicelupkan di air mendidih. Dan cara pembuatan mie yang seperti ini hanya ada di Wonosobo.Hanya beberapa menit, mie dan campuran sayuran tadi ditaruh di mangkuk dan diguyur kuah. Kuah mie ongklok inilah yang terkenal khas. Kuahnya berasal dari pati yang dicampur gula jawa, ebi, serta rempah. Supaya rasanya lebih maknyus, mie ongklok diguyur juga oleh bumbu kacang. “Agar lebih segar lagi, kami menambahkan merica dan bawang goreng,” kata Waluyo.Penyajian Mie Ongklokkhas Wonosobo sendiri juga tergolong cukup unik. Ada beberapa varian lauk yang disajikan bareng Mie Ongklok, diantaranya sate sapi, tempe kemul, dan geblek atau semacam makanan dari singkong.Ketika menyentuh lidah, kuah mie ongklok ini sangat segar. Kesegaran mie ongklok ini karena ada campuran ebi. Setelah dirasakan bersama lauknya, kelezatan pun bertambah. Sate sapi yang empuk dan tempe kemul yang renyah menyatu dengan rasa mie ongklok yang sedap dan segar. Hmmm rasanya sangat menggugah selera.Untuk harga Mie Ongklok sendiri sangatlah terjangkau sekali. 1 porsi Mie Ongklok hanya Rp 5.000. Sedangkan untuk Sate Sapi harganya Rp 15.000/10 tusuk sate dan untuk geblek&tempenya seharga Rp 500/bijinya. Jadi para penelusur nggak usah khawatir, karena tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk menikmatinya.
·
Asal Mula
Nasi Tiwul
Nasi Tiwul adalah makanan pokok
pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong. Penduduk
Pegunungan Kidul (Pacitan, Wonogiri, Gunung Kidul) dikenal mengonsumsi jenis
makanan ini sehari-hari. Tiwul dibuat dari gaplek. Sebagai makanan pokok,
kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai
bahan makanan pengganti beras. Tiwul dipercaya mencegah penyakit maag, perut
keroncongan, dan lain sebagainya. Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok sebagian
penduduk Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Memang tiwul terkesan sebagai
makanan NDESO, tapi tidak untuk sekarang.
NASI tiwul dan jagung biasanya identik dengan kemiskinan, tapi tidak demikian halnya dengan yang ada di Madiun, Jawa Timur. Perpaduan nasi tiwul dan jagung menjadi makanan favorit dan menyehatkan, khususnya bagi penderita diabetes, darah tinggi, dan sebagainya. wajar jika di era modern seperti sekarang, nasi tiwul dan jagung menjadi salah satu menu istimewa.
Bagi Anda penikmat nasi tiwul dan jagung, terdapat sebuah warung kecil di pinggir Jalan Raya Madiun, Surabaya, tepatnya di Desa Gunung Sari, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun yang secara khusus menyediakan menu nasi tiwul dan jagung.
NASI tiwul dan jagung biasanya identik dengan kemiskinan, tapi tidak demikian halnya dengan yang ada di Madiun, Jawa Timur. Perpaduan nasi tiwul dan jagung menjadi makanan favorit dan menyehatkan, khususnya bagi penderita diabetes, darah tinggi, dan sebagainya. wajar jika di era modern seperti sekarang, nasi tiwul dan jagung menjadi salah satu menu istimewa.
Bagi Anda penikmat nasi tiwul dan jagung, terdapat sebuah warung kecil di pinggir Jalan Raya Madiun, Surabaya, tepatnya di Desa Gunung Sari, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun yang secara khusus menyediakan menu nasi tiwul dan jagung.
·
Awal Mula Lumpia
Semarang
Makanan
khas kota Semarang ternyata memiliki kisah menarik di baliknya. Lumpia hadir
pertama kali pada abad ke 19 dan merupakan salah satu contoh perpaduan budaya
asli Tiong Hoa – Jawa yang serasi dalam cita rasa. Semua bermula dari saat Tjoa
Thay Joe yang lahir di Fujian, memutuskan untuk tinggal dan menetap di Semarang
dengan membuka bisnis makanan khas Tiong hoa berupa makanan pelengkap berisi daging
babi dan rebung. Tjoa Thay Joe kemudian bertemu dengan Mbak Wasih, orang asli
Jawa yang juga berjualan makanan yang hampir sama hanya saja rasanya lebih
manis dan berisi kentang juga udang.
Seiring
waktu bejalan, mereka bukannya bermusuhan, malah saling jatuh cinta dan
kemudian menikah. Bisnis yang dijalankan pun akhirnya dilebur menjadi satu
dengan sentuhan sentuhan perubahan yang malah makin melengkapi kesempurnaan
rasa makanan lintas budaya Tiong Hoa – Jawa. Isi dari kulit lumpia dirubah
menjadi ayam atau udang yang dicampur dengan rebung serta dibungkus dengan
kulit lumpia. Keunggulannya adalah udang dan telurnya yang tidak amis,
rebungnya juga manis, serta kulit lumia yang renyah jika digoreng.
Jajanan ini biasanya dpasarkan di Olympia Park, pasar malam Belanda tempat biasa mereka berjualan berdua. Oleh karena itu makanan ini dikenal dengan nama Lumpia. Usahanya makin besar, hingga dapat diteruskan oleh anak anaknya, mereka adalah Siem Gwan Sing, Siem Hwa Noi yang membuka cabang di Mataram dan Siem Swie Kiem yang meneruskan usaha warisan ayahnya di Gang Lombok no. 11. Dan juga Siem Siok Lien, anak dari Siem Swie Hie yang lebih dikenal dengan namaLumpia Mba Lien di Pemuda dan Pandanaran.
Jajanan ini biasanya dpasarkan di Olympia Park, pasar malam Belanda tempat biasa mereka berjualan berdua. Oleh karena itu makanan ini dikenal dengan nama Lumpia. Usahanya makin besar, hingga dapat diteruskan oleh anak anaknya, mereka adalah Siem Gwan Sing, Siem Hwa Noi yang membuka cabang di Mataram dan Siem Swie Kiem yang meneruskan usaha warisan ayahnya di Gang Lombok no. 11. Dan juga Siem Siok Lien, anak dari Siem Swie Hie yang lebih dikenal dengan namaLumpia Mba Lien di Pemuda dan Pandanaran.
Sejarah
makanan Gethuk
Sudah
lama orang mengenal Gethuk atau getuk (dalam bahasa Indonesia), namun dengan
lamanya orang mengenal Gethuk, ternyata belum banyak yang mengetahui asal mula
dan sejarah terciptanya makanan yang satu ini.
Sejarah
Gethuk berawal pada jaman penjajahan Jepang, konon pada masa itu beras yang
merupakan makanan pokok Indonesia, merupakan barang langka yang sulit untuk di
temukan, sehingga penduduk lokal (asli) Magelang berupya mengganti makanan
pokok mereka dengan ketela, yang saat itu banyak terdapat di sekitar rumah dan
mudah ditemukan di pasar.
Hingga tersebutlah nama mbah Ali Mohtar yang berasal dari
Desa Karet, Magelang yang mencoba berinovasi dengan ketela tersebut menjadi
satu makanan yang cukup menarik untuk dihidangkan dan tak membosankan dimakan.
Ketika itu beliau mencoba untuk mengolah ketela dengan cara
dikukus kemudian dihaluskan sekedarnya kemudian dicampur dengan gula. Dari
sanalah konon makanan yang bernama Gethuk ini berasal.
Meskipun saat itu, untuk menghaluskan ketela masih
menggunakan cara manual yaitu dengan cara ditumbuk oleh 4 – 6 orang dalam
sebuah lesung. Namun setelah tahun 1985, Mbah Ali berhasil membuat mesin
penggilas ketela yang dapat membuat adonan gethuk menjadi lebih cepat dan
halus.
Setelah Mbah Ali Gondok meninggal dunia usaha ini diteruskan
oleh anak-anaknya, meskipun kita tahu sekarang ini banyak bertebaran Gethuk
serupa di pasaran, namun untuk Gethuk asli Magelang, setelah beliau (Mbah Ali
Gondok) meninggal, pembuatannya kemudian dilanjutkan oleh cucu-cucunya, dan
saat ini usaha pembuatan Gethuk Gondok dilanjutkan oleh cucu Mbah Ali yang
bernama ibu Hj. Sri Rahayu.
Sedari remaja, ibu Hj. Sri Rahayu telah terjun langsung ke
dunia per-gethuk-an, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi sampai
membantu berjualan di pasar.
Dan sebagai generasi ketiga dari mbah Ali Gondok dalam
kunjungan teman-teman komunitas bloger Magelang pada tahun 2010, beliau pun
menyampaikan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat membuat Gethuk karena
prosesnya cukup mudah dan bahan bakunya-pun tidak sulit untuk didapat.
Filosofi dari Gethuk
Filosofi dari getuk singkong adalah melambangkan
kesederhanaan dan mempergunakan potensi yang kita miliki secara aktif dan
kreatif sehingga membuat kita lebih mandiridalam berbagai macam situasi.
Padadasarnya Getuk Singkong itu melambangkan kesederhanaan, nrimo ing pandum,
qona’ah, apa adanya, dan jauh dari sikap konsumerisme atau gagah-gagahan
semata. Di saat-saat bangsa sedang dilanda krisis ekonomi yang berimbas pada
fluktuasi harga barang dan sembako, dan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar